Bab V - Peran Apoteker Print

BAB V - PERAN APOTEKER

5.1 Pharmaceutical Care

Dalam evolusi perkembangan pelayanan farmasi telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan farmasi dari orientasi terhadap produk menjadi orientasi terhadap kepentingan pasien yang dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta menguatnya tuntutan terhadap jaminan keselamatan pasien. Orientasi terhadap kepentingan pasien tanpa mengesampingkan produk dikenal dengan konsep Pharmaceutical Care. Dengan banyak ditemukannya masalah yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya; semakin meningkatnya keadaan sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat; serta adanya tuntutan dari masyarakat akan pelayanan kefarmasian yang bermutu terutama di rumah sakit maupun di komunitas, Pharmaceutical Care merupakan hal yang mutlak harus diterapkan.

 

Penekanan Pharmaceutical Care terletak pada dua hal utama, yaitu:

  • Apoteker  memberikan   pelayanan   kefarmasian   yang   dibutuhkan   pasien sesuai kondisi penyakit.
  • Apoteker membuat komitmen untuk meneruskan pelayanan setelah dimulai secara berkesinambungan.

Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian terdiri dari beberapa tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan:

  1. Penyusunan informasi dasar atau database pasien.
  2. Evaluasi atau Pengkajian (Assessment).
  3. Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK).
  4. Implementasi RPK.
  5. Monitoring Implementasi.
  6. Tindak Lanjut (Follow Up).

Keseluruhan tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan dalam suatu proses penyuluhan dan konseling kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya.

 

5.2 Peran Apoteker

Sebagai seorang tenaga profesional, seorang apoteker hendaknya berperan dalam membantu upaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan mandiri. Apoteker khususnya harus berperan aktif dalam penanganan penyakit-penyakit yang membutuhkan pengobatan jangka panjang, memiliki prevalensi yang tinggi dan juga membahayakan jiwa. Penyakit hati termasuk penyakit yang cukup banyak diderita masyarakat Indonesia, jenisnya beragam dan membutuhkan penanganan yang berbeda. Peran serta apoteker ini didasari dengan pengetahuan yang dimiliki apoteker tentang patofisiologi penyakit; diet yang harus dijalani; obat-obatan yang diperlukan atau harus dihindari oleh pasien penyakit hati.

 

Peran aktif apoteker di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Melakukan upaya pencegahan penyakit hati Upaya ini diwujudkan melalui:

 

  • Pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit-penyakit hati; gejala awal, sumber penyakit, cara pencegahan dan pertolongan pertama yang harus dilakukan.
  • Pembuatan buletin, leaflet, poster, dan iklan layanan masyarakat seputar penyakit liver dalam rangka edukasi di atas.
  • Berpartisipasi dalam upaya pengendalian infeksi di rumah sakit melalui Komite Pengendali Infeksi dengan memberikan saran tentang pemilihan antiseptik dan desinfektan; menyusun prosedur, kebijakan untuk mencegah terkontaminasinya produk obat yang diracik di instalasi farmasi atau apotek; menyusun rekomendasi tentang penggantian, pemilihan alat-alat kesehatan, injeksi, infus, alat kesehatan yang digunakan untuk tujuan baik invasive maupun non-invasif, serta alat kesehatan balut yang digunakan di ruang perawatan, ruang tindakan, maupun di unit perawatan intensif (ICU).

2. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien untuk mempercepat proses penyembuhan, mencegah bertambah parah atau mencegah kambuhnya penyakit. Hal ini dilakukan dengan cara:

 

  • Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan perubahan pola hidup yang harus dijalani (misalnya: diet rendah lemak dan garam, tidak minum minuman beralkohol, istirahat yang cukup).
  • Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan waktu penggunaannya.
  • Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan terapinya dan memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat.

 

5.3 Kompetensi Apoteker

Kompetensi yang diperlukan seorang apoteker untuk dapat memberikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien penyakit liver di antaranya adalah:

  • Pemahaman patofisiologi penyakit liver.
  • Penguasaan farmakoterapi penyakit liver.
  • Penguasaan   farmakologi   obat-obat   yang   digunakan   pada   pengobatan penyakit hati.
  • Memiliki kemampuan komunikasi yang baik dalam pemberian konseling kepada pasien ataupun ketika berdiskusi dengan tenaga kesehatan lain.
  • Memiliki keterampilan dalam mencari  sumber literatur untuk  Pelayanan Informasi Obat penyakit hati.
  • Monitoring   terapi   pengobatan   yang   telah   dilakukan   dan   kemungkinan terjadinya efek samping obat.
  • Memiliki kemampuan menginterprestasikan hasil laboratorium.

 

5.4  Konseling

Tujuan pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani pengobatannya serta untuk memantau perkembangan terapi yang dijalani pasien. Ada tiga pertanyaan utama (Three Prime Questions) yang dapat digunakan oleh apoteker dalam membuka sesi konseling untuk pertama kalinya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

 

  1. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
  2. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
  3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?

 

Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi pemberian informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah pemberian informasi yang bertentangan dengan informasi yang telah disampaikan oleh dokter (misalnya menyebutkan indikasi lain dari obat yang diberikan) sehingga pasien tidak akan meragukan kompetensi dokter atau apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-luasnya (dengan tipe open ended question).

Tiga pertanyaan utama tersebut dapat dikembangkan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut sesuai dengan situasi dan kondisi pasien:

 

1. Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan pengobatan anda?

 

  • Persoalan apa yang harus dibantu?
  • Apa yang harus dilakukan?
  • Persoalan apa yang menyebabkan anda ke dokter?

2. Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat anda?

 

  • Berapa kali menurut dokter anda harus menggunakan obat tersebut?
  • Berapa banyak anda harus menggunakannya?
  • Berapa lama anda terus menggunakannya?
  • Apa yang dikatakan dokter bila anda kelewatan satu dosis?
  • Bagaimana anda harus menyimpan obatnya?
  • Apa artinya tiga kali sehari bagi anda?

3. Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan anda?

 

  • Pengaruh apa yang anda harapkan tampak?
  • Bagaimana anda tahu bahwa obatnya bekerja?
  • Pengaruh  buruk     apa  yang  dikatakan  dokter  kepada  anda  untuk diwaspadai?
  • Perhatian apa yang harus anda berikan selama dalam pengobatan ini?
  • Apa yang dikatakan dokter apabila anda merasa makin parah/buruk?
  • Bagaimana anda bisa tahu bila obatnya tidak bekerja?

 

Pada akhir konseling perlu dilakukan verifikasi akhir (tunjukkan dan katakan) untuk lebih memastikan bahwa hal-hal yang dikonselingkan dipahami oleh pasien terutama dalam hal penggunaan obatnya dapat dilakukan dengan menyampaikan pernyataan sebagai berikut:

sekedar untuk meyakinkan saya supaya tidak ada yang kelupaan, silakan diulangi bagaimana anda menggunakan obat anda.

Salah satu ciri khas konseling adalah lebih dari satu kali pertemuan. Pertemuan-pertemuan selanjutnya dalam konseling dapat dimanfaatkan apoteker dalam memonitoring kondisi pasien. Pemantauan terhadap kondisi pasien dapat dilakukan Apoteker pada saat pertemuan konsultasi rutin atau pada saat pasien menebus obat, atau dengan melakukan komunikasi melalui telepon atau internet. Pemantauan kondisi pasien sangat diperlukan untuk menyesuaikan jenis dan dosis terapi obat yang digunakan. Apoteker harus mendorong pasien untuk melaporkan keluhan ataupun gangguan kesehatan yang dirasakannya sesegera mungkin.

 

5.5  Penyuluhan

Penyuluhan tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit liver perlu dilaksanakan secara berkelanjutan mengingat sebagian besar penyebab penyakit hati adalah karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam melindungi diri mereka terhadap penyakit-penyakit hati tersebut. Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Penyuluhan langsung dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok; sedangkan penyuluhan tidak langsung dapat dilakukan melalui penyampaian pesan-pesan penting dalam bentuk brosur, leaflet atau tulisan dan gambar di dalam media cetak atau elektronik.

Apoteker diharapkan dapat memberikan penyuluhan secara personal dengan pasien penyakit liver. Penyuluhan secara personal dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatannya. Hendaknya apoteker memastikan bahwa pasien tahu tentang penyakit yang dideritanya, pentingnya kepatuhan terhadap diet yang disarankan serta akibat dari ketidakpatuhan atau kelalaian dalam menjalankan terapi pengobatannya. Pasien harus diberi pengertian bahwa penyakit liver, khususnya hepatitis dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut seperti asites, sirosis hati dan kematian apabila tidak ditangani dengan baik. Pasien juga harus diberikan daftar obat-obatan yang tidak boleh diminum, seperti misalnya parasetamol yang bersifat hepatotoksik; jadi apoteker harus mengingatkan pasien untuk menggunakan obat yang lain (misalnya asetosal) pada saat pasien terserang demam.

 

5.6  Dokumentasi

Dalam menjalankan tugasnya, seorang Apoteker hendaknya mendokumentasikan segala kegiatannya ke dalam bentuk dokumentasi yang sewaktu-waktu dapat diakses ataupun ditinjau ulang. Hal ini sebagai bukti otentik pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang dapat digunakan untuk tujuan penelitian maupun verifikasi pelayanan. Dokumentasi juga akan memudahkan tugas Apoteker dalam memberikan pelayanan informasi obat untuk kasus yang sama, Apoteker tidak perlu menelusuri literatur dari awal lagi, cukup dengan melihat arsip kasus sebelumnya.

 

Kembali ke sebelumnya...