Pengobatan Hepatitis B Kronik Dengan Interferon (Dr. H. Achmad Hassan) |
Sumber : Cermin Dunia Kedokteran No. 85, 1993 Ditulis oleh : Dr. H. Achmad Hassan, Seksi Hepatologi, Laboratorium Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD Dr. Sutomo, Surabaya.
Secara fungsional sistim imun terdiri dari 2 kelompok, sistim kekebalan alamiah (innate immunity) dan sistim kekebalan yang didapat (acquired immunity). Sistim kekebalan alamiah merupakan mekanisme pertahanan yang telah dimiliki tubuh sejak lahir, terdiri dari : lisosim, komplemen, protein fase akut, interferon, fagosit serta sel Natural Killer (NK). Agen luar yang masuk ke tubuh, pertama kali akan berhadapan dengan elemen-elemen tersebut. Bila sistim pertama ini gagal, akan berfungsi Sistim Kekebalan Yang Didapat yang komponen utamanya terdiri dari antibodi dan limfosit T. Di antara kedua sistim tersebut selalu terjadi interaksi (1) Suatu unsur penting dalam Sistim Kekebalan Alamiah adalah interferon (IFN), yang juga ikut mengatur Sistim Kekebalan Yang Didapat. Sistim IFN terdiri dari sejumlah protein yang disekresi oleh beberapa jenis sel sebagai respon terhadap virus atau rangsangan lain. Sejak ditemukan oleh Isaac dan Lindenann (1957), IFN dikenal memiliki daya antivirus. Dalam perkembangannya, ternyata IFN juga memiliki daya antiproliferatif serta imunomodulasi. Pengaruh IFN telah nyata beberapa jam setelah infeksi virus, jauh lebih cepat sebelum mekanisme imun lainnya berfungsi(1,2). Kemampuan IFN telah dimanfaatkan pada berbagai bidang, antara lain untuk mempelajari patofisiologi serta pengobatan penyakit hati akut maupun kronik. Dalam makalah ini akan dibahas rasionalisasi pengobatan hepatitis B kronik dan tinjauan umum tentang IFN terutama mengenai mekanisme kerja serta peranan IFN dalam hepatitis B dan penggunaannya dalam bidang terapi. RASIONALISASI PENGOBATAN Hepatitis B kronik adalah suatu penyakit hati serius yang dapat berakibat sirosis hati, kanker hati dan bahkan kematian. Dalam suatu penelitian multisentral(3) didapatkan bahwa angka ketahanan hidup 5 tahun :
Penyebab kematian terbanyak akibat kegagalan fungsi hati. Ditambahkan pula, pada suatu penelitian masal di Taiwan di-dapatkan pengidap VHB berpotensi untuk terkena kanker hati sebesar 200 kali lebih besar dibanding dengan yang tidak mengidap VHB. Di samping itu juga dijumpai beberapa faktor yang ikut berperan :
MEKANISME KERJA INTERFERON A. Jenis-jenis Interferon Sampai kini telah diketahui 3 jenis IFN : alfa, beta dan gama. Ketiganya memiliki efek biologik yang sama pada sel, namun berbeda dalam struktur, berat molekul serta daya antivirus dan imunomodulasinya. 1). IFN Alfa a). IFN Leukosit Leukosit manusia dapat memproduksi IFN setelah diinduksi dengan virus Sendai; IFN terbentuk lengkap dalam 18 jam. Dari 450 ml darah dihasilkan sekitar 5 juta unit (MU) IFN. b). IFN Limfoblastoid (Lymphoblastoid IFN) Limfosit B manusia yang mengalami transformasi bila di-induksi dengan virus Sendai dapat menghasilkan IFN. Karena sel-sel tersebut dapat dibiakkan, maka dapat diproduksi IFN dalam jumlah besar dengan derajat kemumian 80-95%. Kondisi ini memungkinkan dilakukannya pengobatan interferon jangka panjang dan uji klinik yang luas (2,4). c). IFN rekombinan (Recombinant IFN) Sedikitnya 16 gen IFN alfa telah dibuat secara rekayasa genetik menggunakan ragi dan bakteri Escherichia coli. Yang sering dipakai untuk terapi adalah IFN alfa-2 (rekombinan A) dan IFN an-1 (rekombinan D). Dengan cara ini dihasilkan IFN dalam jumlah besar dengan derajat kemumian yang amat tinggi(5). 2). IFN Beta IFN beta dibuat oleh fibroblas, 40% susunan gennya mirip IFN alfa. IFN beta dan IFN alfa mempunyai reseptor yang sama; keduanya disebut IFN Tipe i(2). 3). IFN Gama IFN gama dihasilkan oleh limfosit T akibat paparan antigen berulang; dapat pula diinduksi oleh mitogen nonspesifik seperti Lectin atau enterotoksin stafilokokus. IFN gama bekerja pada reseptor yang berbeda dengan IFN alfa dan beta, dan telah digunakan untuk pengobatan beberapa jenis neoplasma atau kelainan darah; pemakaian untuk Hepatitis B sedang dalam percobaan; IFN Gama disebut pula IFN Tipe Imun/Tipe II(2).
MEKANISME KERJA Seperti yang disebut di atas IFN terjadi karena rangsangan virus, di samping itu sebagai akibat induksi oleh beberapa mikroorganisme, asam nukleat, antigen, mitogen dan polimer sintetik. Proses induksi yang berlangsung berturut-turut menyebabkan depresi gen pembuat IFN, transplasi warna IFN dan transplasi protein IFN; keseluruhan proses berlangsung hanya dalam beberapa jam(2,6). Setelah dihasilkan, IFN bekerja melalui beberapa mekanisme utama sebagai berikut : 1). Efek Antivirus IFN segera terikat pada reseptor spesifik pada permukaan sel; ikatan ini mengaktifkan 2 macam ensim,yaitu :
Beberapa ensim lain, seperti sitokrom P450, juga diaktifkan oleh IFN. Ini berarti IFN bekerja pada beberapa tempat dalam fungsi antivirus ini(2). 2). Efek Imunomodulasi IFN memperbaiki sistim imun, baik Sistim Kekebalan Alamiah maupun Sistim Kekebalan Yang Didapat melalui beberapa jalan : a)Meningkatkan fagositosis makrofag dan daya sitotoksik sel NK(2). b)Meningkatkan ekspresi HLA pada permukaan sel yang terinfeksi oleh virus. HLA tersebut bersama antigen virus pada permukaan sel akan dikenali oleh limfosit T sitotoksik yang menyebabkan lisis sel(5,6,7). c)Ikut dalam lymphokine cascade dan produksi Interleukin 1, Interleukin 2. d)Menginduksi produksi Prostaglandin (PGE2) oleh hipotalamus dan menimbulkan demam(2). 3). Efek Antiproliferatif IFN menghambat proliferasi sel tumor dengan mekanisme, yang masih belum jelas. Dalam pengamatan pada biakan jaringan ternyata sifat contact inhibition sel dipulihkan. Efek ini menekan daya metastasis tumor(2).
TARGET INTERFERON DALAM TERAPI ANTI VIRUS Tujuan utama pengobatan hepatitis B kronik adalah menekan dan mengeliminasi virus hepatitis B sekaligus dapat mengindusir kesembuhan penyakit hati; sedang target pengobatan interferon pada kasus-kasus hepatitis B kronik yang didapatkan pada beberapa percobaan klinik adalah menghilangnya beberapa petanda virus fase replikatif yakni HBeAg, HBV-DNA dan HBV-DNA polimerase. Serokonversi HBeAg biasanya akan diikuti dengan menghilangnya HBV-DNA dalam serum penderita; eliminasi HBV-DNA dalam jaringan hati diikuti dengan normalisasi aminotransferase serum dan pada akhirnya terjadi resolusi komplit jaringan hati yang sebelumnya mengalami proses radang nekrosis(3). Suatu studi histologik jangka panjang sangat dibutuhkan untuk mendapatkan konfirmasiadanya perubahan ke arah kanker hati, atau suatu keadaan radang yang minimal dan stabil. Suatu kenyataan bahwa dengan menghilangnya HBsAg dari serum penderita berarti berakhirnya suatu status karier HBV, tapi keadaan ini masih meninggalkan problematik pengobatan dengan anti virus, karena bila sekali terjadi intergrasi DNA virus ke dalam genome host, keadaan tersebut sudah tidal( mungkin dihambat dengan cara apapun. Oleh karena itu dari beberapa observasi klinik dikemukakan pendapat bahwa pengobatan pada saat awal sebelum terjadinya integrasi (HBV-DNA virus ke genome host) lebih mempunyai makna ketimbang pada fase integrasi, dan ini dapat berakibat menghilangnya HBsAg(3).
INTERFERON DAN HEPATITIS VIRUS IFN tak terdeteksi dalam serum individu sehat, sebaliknya pada fase akut beberapa penyakit virus kadarnya mencapai beberapa ratus unit/ml. Sebelum tahun 1980 dinyatakan bahwa IFN tidak diproduksi pada hepatitis virus akut(2), namun Levin dan Hahn (1981) menemukan IFN alfa pada 75% kasus hepatitis virus akut baik karena virus A, B atau virus C, tetapi tak terdapat pada hepatitis fulminan akut(8). Chousterman (1988) mempertegas hal ini dengan bukti bahwa sel mononuklear berada dalam status antivirus pada hepatitis B akut yang tidak fulminan(9). IFN diproduksi pada fase prodromal hepatitis B, yaitu ketika terjadi mialgia, demam dan sakit kepala. Ketika ikterus timbul, transaminase serum meningkat dan kadar virus telah berkurang, selanjutnya tak terjadi lagi peningkatan IFN(2,10). Pada hepatitis kronik, khususnya hepatitis B, IFN tak terdeteksi dalam serum penderita maupun partikel tuboretikuler (yang lazim terbentuk akibat rangsangan IFN)(2). Dalam analisis invitro, Kato et al. menemukan bahwa sel monosit penderita tersebut mampu memproduksi IFN setelah diinduksi dengan virus Sendai, di samping ensim 2'5' a synthetase mempunyai aktivitas normal (dikutip dari 3). Ikeda mendapatkan bahwa IFN dari luar dapat bereaksi dengan reseptor secara normal(11). Semua ini menunjukkan adanya cacad dalam mekanisme produksi IFN pada penderita hepatitis B kronik, namun belum diketahui pasti letak gangguan yang terjadi(10,11,13). Dengan memakai antibodi monoklonal, diketahui bahwa IFN alfa menginduksi munculnya HLA Kelas 1 pada membran sel hati. HLA Kelas 1 tersebut bersama HBcAg pada permukaan sel hati memberi isyarat pada limfosit T sitotoksik untuk melakukan lisis sel yang mengandung virus(7,11,14). Pengaruh IFN terhadap replikasi virus hepatitis B (VHB) dapat diketahui dengan melihat kadar HBV-DNA atau ensim DNA polymerase (DNA/p). Kadar kedua petanda tersebut berkurang 12 jam setelah pemberian IFN dan mencapai titik terendah setelah 48 jam, yaitu 15%-35% dari kadar awal. Jumlah IFN yang diperlukan untuk inhibisi maksimal adalah 3-20 juta unit (MU); peningkatan dosis tidak memberikan inhibisi yang lebih besar. Lama inhibisi VHB berlangsung 2-4 hari. Terhentinya replikasi VHB ditandai oleh berkurangnya produksi HBeAg dan HBsAg serta timbulnya antibodi spesifik(2,6,10).
PERANAN INTERFERON PADA PENGOBATAN HEPATITIS B Tujuan Pengobatan IFN
Indikasi (3,5)
Dapat dipertimbangkan pemberian IFN pada Hepatitis Fulminan Akut, meskipun belum banyakpenelitian yang dilakukan di bidang ini. Cara Pemberian dan Efek Samping IFN harus diberikan secara parenteral karena merupakan polipeptida. IFM alfa dapat diberikan intravena, intramuskular ataupun subkutan, sehingga dapat dilakukan secara rawat jalan; sebaliknya IFN beta dan IFN gama harus diberikan intravena untuk mencapai kadar optimal dalam serum(6). Efek samping IFN tergantung pada dosis yang dipakai, dapat timbul dini maupun lambat. Kemungkinan yang dapat terjadi harus dijelaskan dengan jujur, karena dapat mempengaruhi hasil terapi. Efek samping tersebut hilang dengan penghen-tian terapi, sedangkan obat-obatan tidak banyak membantu(2,15). Tabel 1. Beberapa Efek Samping Interferon(2).
Respon Terhadap Pengobatan IFN Terdapat tiga jenis respon hepatitis B kronik terhadap IFN(5).
Hasil-hasil Pengobatan IFN Banyak hal terungkap dengan penggunaan IFN Limfoblastoid. Lok mendapatkan bahwa pemberian IFN limfoblastoid 10 MU/m2 3 kali per minggu sama efektifnya dengan pemberian setiap hari, disertai efek samping yang lebih kecil, meskipun diberikan 3 bulan lebih. Alexander pertama kali melaporkan terjadinya serokonversi HBsAg/AntiHBs pada 22% (5/23) kasus hepatitis aktif kronik setelah terapi IFN limfoblastoid(19). Alberti melaporkan hasil penelitian pendahuluan pada kasus anti-HBe dan HBV-DNA positif, bahwa HBV-DNA menjadi negatif dan SGOT menjadi normal pada 57%, 9 bulan setelah terapi IFN limfoblastoid(20). Adanya IFN rekombinan memungkinkan dilakukannya pe nelitian secara luas. Omata melaporkan bahwa IFN alfa dengan dosis di atas 918 MU/hari umumnya disertai efek samping yang serius tanpa peningkatan hasil(13); dosis tertinggi yang masih dapat diterima adalah 36 MU/hari (10). Caremo melaporkan bahwa IFN rekombinan dapat diberikan pada penderita anak-anak selama 6 bulan dengan dosis 1020 MU/m2 2 kali/minggu dengan efek samping minimal(21). Porres mendapatkan bahwa efek antivirus timbul dengan dosis 2,5 MU/m2 3 kali/minggu, namun perbaikan histologis secara nyata terjadi dengan dosis 10 MU/m2 3 kali/ minggu(11). Beberapa hasil uji klinik pengobatan IFN yang telah dilakukan secara terkontrol :
BEBERAPA HAL YANG DAPAT MEMPENGARUHI HASIL PENGOBATAN IFN 1). Saat Pemberian IFN Dalam Tahap Perjalanan Hepatitis B Kronik Fase replikatiftinggi HVB : Dalam darah terdapat titer tinggi HBsAg, HBeAg, DNA/p, dalam sel hati terdapadaBsAg, HBcAg dan DNA/p; HBV DNA masih dalam keadaan bebas, sehingga terjadi replikasi virus lengkap. Terdapat hepatitis ringan/asimtomatik, transaminase agak naik, gambaran histologis menunjukkan inflamasi ringan. Fase replikatif rendah VHB : Titer HBsAg, HBeAg dan DNA/p mulai turun, demikian juga HBcAg, HBsAg dan DNA/ p dalam sel hati. Fase non replikatif VHB : Hampir semua HBV-DNA telah terintegrasi ke dalam genom sel hati sehingga tak mampu mereplikasi virus lengkap, kecuali HBsAg. HBc dalam sel hati juga tak terdeteksi. Fase ini terjadi 310 tahun setelah fase replikasi aktif, ditandai serokonversi spontan HBeAg/Anti-HBe, sering diawali eksaserbasi akut kemudian remisi. Pemberian sedini mungkin pada fase replikasi aktif memberi hasil terbaik, karena klon-klon sel hati yang mengandung integrasi genom VHB belum sempat terbentuk. 2). Usia Terjadinya Infeksi VHB Pertama Kali. Pengobatan IFN lebih berhasil pada pengidap VHB yang terinfeksi pada usia dewasa dibandingkan pengidap yang terinfeksi pada masa bayi/kanak-kanak, seperti hasil penelitian di Eropa (Kaukasia) dan di Asia (Cina dan Jepang). Pada kelompok Eropa terdapat defisiensi IFN; mereka dapat memberi respon terhadap pemberian IFN alfa. Pada kelompok Asia ternyata produksi IFN normal; pemberian IFN alfa tak bermanfaat. Diduga telah terjadi toleransi imun pada kelompok yang terinfeksi pada masa bayi/kanak-kanak; hipotesis lain adalah telah terintegrasinya HBV-DNA ke dalam genom sel hati, dibuktikan dengan pemeriksaan biopsi hati(3,4.12,18,22). 3). Jenis Kelamin(17). Scullard mendapatkan wanita memberi respon lebih baik terhadap pengobatan IFN dibandingkan pria (66% : 44%) oleh sebab yang masih belum jelas. 4). Kadar Transaminase Serum Sebelum dan Sesudah Pengobatan. Penderita dengan kadar transaminase rendah sebelum terapi kurang memberi respon terhadap IFN(3). Kuroki (1990) mendapatkan bahwa respon yang balk terdapat pada penderita dengan SCOT di atas 200 U. Kenaikan transaminase selama terapi pada minggu 8-12, yang dapat mencapai 10 kali harga normal, disertai keluhan seperti hepatitis akut (Hepatitis-like syndrome) menunjukkan respon yang baik(19). Pola respon demikian tak terdapat pada kasus dengan AntiHBe dan HBV-DNA positif(20). 5). Kadar HBV-DNA Sebelum Pengobatan. Penderita dengan HBV-DNA titer rendah lebih responsif dibandingkan penderita dengan HBV-DNA titer tinggi(3,4,5). 6). Penderita dengan antibodi terhadap HIV dan HDV memberi respon yang kurang balk terhadap pengobatan IFN(3,12,24).
USAHA UNTUK MENINGKATKAN RESPON TERHADAP PENGOBATAN IFN. 1). Kombinasi Steroid jangka Pendek Diikuti dengan IFN. Penghentian steroid (steroid withdrawal) setelah pemberian jangka pendek pada penderita hepatitis B kronik menimbulkan eksaserbasi hepatitis ditandai peningkatan transaminase dan diikuti hilangnya DNA/p@). Bodcky melaporkan peningkatan IgG, IgM dan IgA setelah penghentian prednison yang diberikan selama 6 minggu(2). Kombinasi steroid dan IFN alfa di negara Banat memberi respon 45-67%(3,25), sedangkan pada penderita Asia (Cina dan Jepang) dewasa, pemberian kombinasi ini menghasilkan respon yang lebih baik (56%) dibanding pemberian IFN tunggal; namun pada anak-anak tak terjadi respon yang memuaskan(8,18,22). Umumnya protokol terapi kombinasi ini terdiri dari : steroid selama 6 minggu berupa prednison 60 mg, 40 mg dan 20 mg/hari, atau prednisolon 45 mg, 30 mg dan 15 mg/hari, masing-masing dosis untuk 2 minggu, disusul istirahat selama 2 minggu, di-lanjutkan dengan IFN 5-10 MU 3x/minggu(3.8.26). 2). Kombinasi Dengan Anti Virus Yang Lain.
PROSPEK KINI DAN MENDATANG Usaha saat ini diarahkan untuk mendapat protokol terapi yang baku dan kombinasi dengan obat lain dengan efek samping minimal. Perillo mengusulkan suatu strategi pemilihan regimen, berdasarkan variabel yang dapat mempengaruhi hasil terapi(10) Telah dicoba pemakaian IFN beta dan gama untuk hepatitis B kronik. Penelitian IFN beta di Korea menghasilkan konversi negatif HBV-DNA 53,3%(6.1s),sedangkan kombinasi IFN beta dan steroid menghasilkan konversi negatif HBV-DNA 72,7%(6.2s) dan 100% (8/8), namun 37,5% (3/8) kasus menunjukkan HBVDNA kembali 6 bulan setelah terapi selesai. IFN gama dapat menginduksi ekspresi HLA kelas 2, yang bersama HLA kelas 1 lebih merangsang sitolisis oleh limfosit T dan proses imun lainnya. Dibandingkan IFN alfa, IFN gama memiliki efek anti-virus yang lebih kecil dan efek samping yang lebih besar. Kombinasi IFN beta dan IFN gama belum menunjukkan kelebihan yang nyata dan masih diteliti lebih lanjut. Belum ada laporan tentang hasil kombinasi IFN alfa dengan IFN beta maupun gama(3). Pada beberapa penderita ditemukan antibodi terhadap IFN dan adanya antiidiorype setelah terapi. Sampai saat ini belum tampak pengaruh terhadap hasil terapi. Hal ini masih dalam penelitian lebih lanjut(3,6,25).
RINGKASAN Interferon (IFN) merupakan suatu unsur Sistim Kekebalan Alamiah yang mempunyai daya antivirus, antiproliferatif dan imunomodulasi, yang terbentuk oleh rangsangan virus atau mitogen lain. Pada hepatitis virus akut terjadi peningkatan IFN, namun hal ini tak terjadi pada hepatitis fulminan akut dan hepatitis kronik, khususnya hepatitis B. Terapi IFN pada hepatitis B bertujuan menghambat replikasi virus hepatitis B, menghambat nekrosis dan mencegah transformasi maligna sel hati. IFN diberikan dengan indikasi utama HBeAg dan HBV-DNA positif serta adanya hepatitis kronik aktif. Respon terhadap IFN dapat berupa respon sementara, respon tak lengkap dan respon lengkap. IFN efektif pada dosis 510 MU/kali 3 kali/minggu sedikitnya diberikan selama 3 bulan. Keberhasilan terapi IFN terjadi pada sepertiga kasus hepatitis B kronik. Hasil terbaik terjadi bila IFN diberikan sedini mungkin, yaitu pada fase replikasi aktif virus B. IFN lebih efektif pada pengidap yang terinfeksi pada masa dewasa dibanding yang terinfeksi pada masa bayi/kanak-kanak. Faktor lain yang ikut berperan adalah jenis kelamin, kadar transaminase serum sebelum dan selama terapi, kadar HBV-DNA sebelum terapi dan adanya antibodi terhadap HIV dan HDV. Untuk meningkatkan respon terapi, dilakukan kombinasi IFN dengan anti-virus seperti ARA-A, ARA-AMP maupun Acyclovir. Penggunaan IFN beta dan gama, baik secara tunggal, kombinasi keduanya maupun dengan steroid sedang dalam evaluasi.
KEPUSTAKAAN
|