Pengobatan Hepatitis B Kronik Dengan Interferon (Dr. H. Achmad Hassan) Print

Sumber : Cermin Dunia Kedokteran No. 85, 1993

Ditulis oleh : Dr. H. Achmad Hassan, Seksi Hepatologi, Laboratorium Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD Dr. Sutomo, Surabaya.

 

Secara fungsional sistim imun terdiri dari 2 kelompok, sistim kekebalan alamiah (innate immunity) dan sistim kekebalan yang didapat (acquired immunity). Sistim kekebalan alamiah merupakan mekanisme pertahanan yang telah dimiliki tubuh sejak lahir, terdiri dari : lisosim, komplemen, protein fase akut, interferon, fagosit serta sel Natural Killer (NK). Agen luar yang masuk ke tubuh, pertama kali akan berhadapan dengan elemen-elemen tersebut. Bila sistim pertama ini gagal, akan berfungsi Sistim Kekebalan Yang Didapat yang komponen utamanya terdiri dari antibodi dan limfosit T. Di antara kedua sistim tersebut selalu terjadi interaksi (1)

Suatu unsur penting dalam Sistim Kekebalan Alamiah adalah interferon (IFN), yang juga ikut mengatur Sistim Kekebalan Yang Didapat. Sistim IFN terdiri dari sejumlah protein yang  disekresi oleh beberapa jenis sel sebagai respon terhadap virus atau rangsangan lain. Sejak ditemukan oleh Isaac dan Lindenann (1957), IFN dikenal memiliki daya antivirus. Dalam perkembangannya, ternyata IFN juga memiliki daya antiproliferatif serta imunomodulasi. Pengaruh IFN telah nyata beberapa jam setelah infeksi virus, jauh lebih cepat sebelum mekanisme imun lainnya berfungsi(1,2). Kemampuan IFN telah dimanfaatkan pada berbagai bidang, antara lain untuk mempelajari patofisiologi serta pengobatan penyakit hati akut maupun kronik.

Dalam makalah ini akan dibahas rasionalisasi pengobatan hepatitis B kronik dan tinjauan umum tentang IFN terutama mengenai mekanisme kerja serta peranan IFN dalam hepatitis B  dan penggunaannya dalam bidang terapi.

RASIONALISASI PENGOBATAN 

Hepatitis B kronik adalah suatu penyakit hati serius yang dapat berakibat sirosis hati, kanker hati dan bahkan kematian. Dalam suatu penelitian multisentral(3) didapatkan bahwa angka ketahanan hidup 5 tahun :

  • Hepatitis B kronik persisten sebesar 97%
  • Hepatitis kronik aktif sebesar 86%
  • Hepatitis kronik aktif plus sirosis hati sebesar 55%

Penyebab kematian terbanyak akibat kegagalan fungsi hati. Ditambahkan pula, pada suatu penelitian masal di Taiwan di-dapatkan pengidap VHB berpotensi untuk terkena kanker hati  sebesar 200 kali lebih besar dibanding dengan yang tidak mengidap VHB.

Di samping itu juga dijumpai beberapa faktor yang ikut berperan :

  • Adanya beberapa episode spontan dari VHB yang mengalami eksaserbasi dan replikasi yang menjurus ke arah dekompensasi dan progresivitas penyakit hati pada penderita yang sebelumnya hanya menderita penyakit hati yang ringan dan stabil.
  • Bentuk yang ringan dari hepatitis kronik persisten, sewaktuwaktu dapat progresif menjadi hepatitis kronik aktif bahkan sirosis hati.
  • Pengidap hepatitis B dapat bertindak sebagai reservoir atau sumber infeksi bagi sekitarnya. Ketidakmampuan kortikosteroid dalam pengobatan hepatitis B kronik; disamping dalam kurun waktu yang lama dapat  meningkatkan replikasi VHB dan mencegah menghilangnya HBeAg dalam serum penderita(3).

 

MEKANISME KERJA INTERFERON

A. Jenis-jenis Interferon

Sampai kini telah diketahui 3 jenis IFN : alfa, beta dan gama. Ketiganya memiliki efek biologik yang sama pada sel, namun berbeda dalam struktur, berat molekul serta daya antivirus dan imunomodulasinya.  

1). IFN Alfa

a). IFN Leukosit

Leukosit manusia dapat memproduksi IFN setelah diinduksi dengan virus Sendai; IFN terbentuk lengkap dalam 18 jam. Dari 450 ml darah dihasilkan sekitar 5 juta unit (MU) IFN.

b).  IFN Limfoblastoid (Lymphoblastoid IFN)

Limfosit B manusia yang mengalami transformasi bila di-induksi dengan virus Sendai dapat menghasilkan IFN. Karena sel-sel tersebut dapat dibiakkan, maka dapat diproduksi IFN dalam jumlah besar dengan derajat kemumian 80-95%. Kondisi ini memungkinkan dilakukannya pengobatan interferon jangka panjang dan uji klinik yang luas (2,4).

c). IFN rekombinan (Recombinant IFN)

Sedikitnya 16 gen IFN alfa telah dibuat secara rekayasa genetik menggunakan ragi dan bakteri Escherichia coli. Yang sering dipakai untuk terapi adalah IFN alfa-2 (rekombinan A) dan IFN an-1 (rekombinan D). Dengan cara ini dihasilkan IFN dalam jumlah besar dengan derajat kemumian yang amat tinggi(5).

2). IFN Beta

IFN beta dibuat oleh fibroblas, 40% susunan gennya mirip IFN alfa. IFN beta dan IFN alfa mempunyai reseptor yang sama; keduanya disebut IFN Tipe i(2).

3). IFN Gama 

IFN gama dihasilkan oleh limfosit T akibat paparan antigen berulang; dapat pula diinduksi oleh mitogen nonspesifik seperti Lectin atau enterotoksin stafilokokus. IFN gama bekerja pada reseptor yang berbeda dengan IFN alfa dan beta, dan telah digunakan untuk pengobatan beberapa jenis neoplasma atau kelainan darah; pemakaian untuk Hepatitis B sedang dalam percobaan; IFN Gama disebut pula IFN Tipe Imun/Tipe II(2). 

 

MEKANISME KERJA

Seperti yang disebut di atas IFN terjadi karena rangsangan virus, di samping itu sebagai akibat induksi oleh beberapa mikroorganisme, asam nukleat, antigen, mitogen dan polimer sintetik. Proses induksi yang berlangsung berturut-turut menyebabkan depresi gen pembuat IFN, transplasi warna IFN dan transplasi protein IFN; keseluruhan proses berlangsung hanya dalam beberapa jam(2,6).

Setelah dihasilkan, IFN bekerja melalui beberapa mekanisme utama sebagai berikut : 

1). Efek Antivirus

IFN segera terikat pada reseptor spesifik pada permukaan sel; ikatan ini mengaktifkan 2 macam ensim,yaitu :

  • protein kinase, yang membantu fosforilasi 2 macam protein protein Alfa 1 dan elf-2 alfa. Kedua protein ini menghambat sintesis protein virus.
  • 2', 5' oligoadenylate (2' 5' A) synthetase, yang membentuk oligonukleotida rantai pendek. Oligonukleotida ini selanjutnya merangsang ensim ribonuklease, yang akan menyebabkan degradasi RNA virus(6).

Beberapa ensim lain, seperti sitokrom P450, juga diaktifkan oleh IFN. Ini berarti IFN bekerja pada beberapa tempat dalam fungsi antivirus ini(2).

2). Efek Imunomodulasi

IFN memperbaiki sistim imun, baik Sistim Kekebalan Alamiah maupun Sistim Kekebalan Yang Didapat melalui beberapa jalan :

a)Meningkatkan fagositosis makrofag dan daya sitotoksik sel NK(2).

b)Meningkatkan ekspresi HLA pada permukaan sel yang terinfeksi oleh virus. HLA tersebut bersama antigen virus pada permukaan sel akan dikenali oleh limfosit T sitotoksik yang menyebabkan lisis sel(5,6,7).

c)Ikut dalam lymphokine cascade dan produksi Interleukin 1, Interleukin 2.

d)Menginduksi produksi Prostaglandin (PGE2) oleh hipotalamus dan menimbulkan demam(2).

3). Efek Antiproliferatif

IFN menghambat proliferasi sel tumor dengan mekanisme, yang masih belum jelas. Dalam pengamatan pada biakan jaringan ternyata sifat contact inhibition sel dipulihkan. Efek ini  menekan daya metastasis tumor(2).

 

TARGET INTERFERON DALAM TERAPI ANTI VIRUS

Tujuan utama pengobatan hepatitis B kronik adalah menekan dan mengeliminasi virus hepatitis B sekaligus dapat mengindusir kesembuhan penyakit hati; sedang target pengobatan interferon pada kasus-kasus hepatitis B kronik yang didapatkan pada beberapa percobaan klinik adalah menghilangnya beberapa petanda virus fase replikatif yakni HBeAg, HBV-DNA dan HBV-DNA polimerase.

Serokonversi HBeAg biasanya akan diikuti dengan menghilangnya HBV-DNA dalam serum penderita; eliminasi HBV-DNA dalam jaringan hati diikuti dengan normalisasi aminotransferase serum dan pada akhirnya terjadi resolusi komplit jaringan hati yang sebelumnya mengalami proses radang nekrosis(3).

Suatu studi histologik jangka panjang sangat dibutuhkan untuk mendapatkan konfirmasiadanya perubahan ke arah kanker hati, atau suatu keadaan radang yang minimal dan stabil. Suatu kenyataan bahwa dengan menghilangnya HBsAg dari serum penderita berarti berakhirnya suatu status karier HBV, tapi keadaan ini masih meninggalkan problematik pengobatan dengan anti virus, karena bila sekali terjadi intergrasi DNA virus ke dalam genome host, keadaan tersebut sudah tidal( mungkin dihambat dengan cara apapun. Oleh karena itu dari beberapa observasi klinik dikemukakan pendapat bahwa pengobatan pada saat awal sebelum terjadinya integrasi (HBV-DNA virus ke genome host) lebih mempunyai makna ketimbang pada fase integrasi, dan ini dapat berakibat menghilangnya HBsAg(3).

 

INTERFERON DAN HEPATITIS VIRUS

IFN tak terdeteksi dalam serum individu sehat, sebaliknya pada fase akut beberapa penyakit virus kadarnya mencapai beberapa ratus unit/ml. Sebelum tahun 1980 dinyatakan bahwa IFN tidak diproduksi pada hepatitis virus akut(2), namun Levin dan Hahn (1981) menemukan IFN alfa pada 75% kasus hepatitis virus akut baik karena virus A, B atau virus C, tetapi tak terdapat pada hepatitis fulminan akut(8). Chousterman (1988) mempertegas hal ini dengan bukti bahwa sel mononuklear berada dalam status antivirus pada hepatitis B akut yang tidak fulminan(9). IFN diproduksi pada fase prodromal hepatitis B, yaitu ketika terjadi mialgia, demam dan sakit kepala. Ketika ikterus timbul, transaminase serum meningkat dan kadar virus telah berkurang, selanjutnya tak terjadi lagi peningkatan IFN(2,10).

Pada hepatitis kronik, khususnya hepatitis B, IFN tak terdeteksi dalam serum penderita maupun partikel tuboretikuler (yang lazim terbentuk akibat rangsangan IFN)(2). Dalam analisis invitro, Kato et al. menemukan bahwa sel monosit penderita tersebut mampu memproduksi IFN setelah diinduksi dengan virus Sendai, di samping ensim 2'5' a synthetase mempunyai aktivitas normal (dikutip dari 3). Ikeda mendapatkan bahwa IFN dari luar dapat bereaksi dengan reseptor secara normal(11). Semua ini menunjukkan adanya cacad dalam mekanisme produksi IFN pada penderita hepatitis B kronik, namun belum diketahui pasti letak gangguan yang terjadi(10,11,13).

Dengan memakai antibodi monoklonal, diketahui bahwa IFN alfa menginduksi munculnya HLA Kelas 1 pada membran sel hati. HLA Kelas 1 tersebut bersama HBcAg pada permukaan sel hati memberi isyarat pada limfosit T sitotoksik untuk melakukan lisis sel yang mengandung virus(7,11,14).

Pengaruh IFN terhadap replikasi virus hepatitis B (VHB) dapat diketahui dengan melihat kadar HBV-DNA atau ensim DNA polymerase (DNA/p). Kadar kedua petanda tersebut berkurang 12 jam setelah pemberian IFN dan mencapai titik terendah setelah 48 jam, yaitu 15%-35% dari kadar awal. Jumlah IFN yang diperlukan untuk inhibisi maksimal adalah 3-20 juta unit (MU); peningkatan dosis tidak memberikan inhibisi yang lebih besar. Lama inhibisi VHB berlangsung 2-4 hari. Terhentinya replikasi VHB ditandai oleh berkurangnya produksi HBeAg dan HBsAg serta timbulnya antibodi spesifik(2,6,10).

 

PERANAN INTERFERON PADA PENGOBATAN HEPATITIS B

Tujuan Pengobatan IFN

  1. Menghambat replikasi virus hepatitis B, baik melalui efek langsung atau melalui stimulasi sistim imun penderita.
  2. Menghentikan/menghambat nekrosis sel hati akibat reaksi radang.
  3. Mencegah transformasi maligna sel-sel hati.

Indikasi (3,5)

  1. Penderita dengan HBeAg dan HBV-DNA positif.
  2. Penderita Hepatitis Kronik Aktif, dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi.

Dapat dipertimbangkan pemberian IFN pada Hepatitis Fulminan Akut, meskipun belum banyakpenelitian yang dilakukan di bidang ini.

Cara Pemberian dan Efek Samping

IFN harus diberikan secara parenteral karena merupakan polipeptida. IFM alfa dapat diberikan intravena, intramuskular ataupun subkutan, sehingga dapat dilakukan secara rawat jalan; sebaliknya IFN beta dan IFN gama harus diberikan intravena untuk mencapai kadar optimal dalam serum(6).

Efek samping IFN tergantung pada dosis yang dipakai, dapat timbul dini maupun lambat. Kemungkinan yang dapat terjadi harus dijelaskan dengan jujur, karena dapat mempengaruhi hasil terapi. Efek samping tersebut hilang dengan penghen-tian terapi, sedangkan obat-obatan tidak banyak membantu(2,15).

Tabel 1. Beberapa Efek Samping Interferon(2).
Saat
Umum
Jarang Terjadi

Dini

Demam (40oC), menggigil, Sakit kepala, Anoreksia, nausea, kelelahan, Nyeri Otot, Insomnia.
Hipotensi, Sianosis, bingung, perubahan EEG
Lambat (2 minggu)
Kelelahan, Nyeri otot, mengantuk, berat badan turun, rambut rontok, gangguan emosi, supresi sumsum tulang.
Agitasi, depresi, nausea, diare, hidung tersumbat, nyeri tenggorok, sindrom nefrotik.

 

Respon Terhadap Pengobatan IFN

Terdapat tiga jenis respon hepatitis B kronik terhadap IFN(5). 

  1. Respon sementara (Transient Response) Terjadi inhibisi replikasi virus yang ditandai hilangnya HBV-DNA dan DNA/a, tetapi dalam serum tetap terdapat HBeAg dan HBeAg. Beberapa saat setelah pengobatan dihentikan, semua petanda tersebut muncul kembali.
  2. Respon tak lengkap (Incomplete Response) Terjadi inhibisi permanen replikasi virus, ditandai hilangnya HBV-DNA dan DNA/a serta serokonversi dari HBeAg menjadi Anti-HBe selama pengobatan dan bertahan setelah pengobatan dihentikan. Dalam serum penderita tetap terdapat HBsAg; diduga telah terjadi integrasi DNA virus B dengan sel hati.
  3. Respon lengkap (Complete Response) Terjadi inhibisi permanen replikasi virus, ditandai hilangnya HBV-DNA dan DNA/p serta serokonversi dari HBeAg dan HBsAg menjadi Anti-HBe dan Anti-HBs.

Hasil-hasil Pengobatan IFN 

Banyak hal terungkap dengan penggunaan IFN Limfoblastoid. Lok mendapatkan bahwa pemberian IFN limfoblastoid 10 MU/m2 3 kali per minggu sama efektifnya dengan pemberian setiap hari, disertai efek samping yang lebih kecil, meskipun diberikan 3 bulan lebih. Alexander pertama kali melaporkan terjadinya serokonversi HBsAg/AntiHBs pada 22% (5/23) kasus hepatitis aktif kronik setelah terapi IFN limfoblastoid(19). Alberti melaporkan hasil penelitian pendahuluan pada kasus anti-HBe dan HBV-DNA positif, bahwa HBV-DNA menjadi negatif dan SGOT menjadi normal pada 57%, 9 bulan setelah terapi IFN limfoblastoid(20).

Adanya IFN rekombinan memungkinkan dilakukannya pe nelitian secara luas. Omata melaporkan bahwa IFN alfa dengan dosis di atas 9­18 MU/hari umumnya disertai efek samping yang serius tanpa peningkatan hasil(13); dosis tertinggi yang masih dapat diterima adalah 36 MU/hari (10). Caremo melaporkan bahwa IFN rekombinan dapat diberikan pada penderita anak-anak selama 6 bulan dengan dosis 10­20 MU/m2 2 kali/minggu dengan efek samping minimal(21). Porres mendapatkan bahwa efek antivirus timbul dengan dosis 2,5 MU/m2 3 kali/minggu, namun perbaikan histologis secara nyata terjadi dengan dosis 10 MU/m2 3 kali/ minggu(11).

Beberapa hasil uji klinik pengobatan IFN yang telah dilakukan secara terkontrol : 

  • Sepertiga penderita hepatitis B kronik memberi respon terhadap terapi IFN, ditandai hilangnya HBV-DNA dan serokonversi HBeAg/Anti-HBe, serokonversi HBsAg/Anti-HBs terjadi pada sekitar 7% penderita(3).
  • Keberhasilan terapi memerlukan masa pengobatan sedikitnya 3 bulan(3).
  • Penderita sirosis kompensata (Prothrombin time 3 detik; albumin > 3,5 g/dl; kadar bilirubin normal) masih mempunyai toleransi terhadap efek samping pemberian IFN dosis rendah(15).
  • 5-15% kasus hepatitis B kronik mengalami konversi spontan HBeAg/Anti-HBe dan hilangnya HBV-DNA, karena itu semua calon sasaran IFN perlu diikuti 3­6 bulan (dikutip dari 3).

 

BEBERAPA HAL YANG DAPAT MEMPENGARUHI HASIL PENGOBATAN IFN

1). Saat Pemberian IFN Dalam Tahap Perjalanan Hepatitis B Kronik

Fase replikatiftinggi HVB : Dalam darah terdapat titer tinggi HBsAg, HBeAg, DNA/p, dalam sel hati terdapadaBsAg, HBcAg dan DNA/p; HBV DNA masih dalam keadaan bebas, sehingga terjadi replikasi virus lengkap. Terdapat hepatitis ringan/asimtomatik, transaminase agak naik, gambaran histologis menunjukkan inflamasi ringan.

Fase replikatif rendah VHB : Titer HBsAg, HBeAg dan DNA/p mulai turun, demikian juga HBcAg, HBsAg dan DNA/ p dalam sel hati.

Fase non replikatif VHB : Hampir semua HBV-DNA telah terintegrasi ke dalam genom sel hati sehingga tak mampu mereplikasi virus lengkap, kecuali HBsAg. HBc dalam sel hati juga tak terdeteksi. Fase ini terjadi 3­10 tahun setelah fase replikasi aktif, ditandai serokonversi spontan HBeAg/Anti-HBe, sering diawali eksaserbasi akut kemudian remisi.

Pemberian sedini mungkin pada fase replikasi aktif memberi hasil terbaik, karena klon-klon sel hati yang mengandung integrasi genom VHB belum sempat terbentuk.

2). Usia Terjadinya Infeksi VHB Pertama Kali. 

Pengobatan IFN lebih berhasil pada pengidap VHB yang terinfeksi pada usia dewasa dibandingkan pengidap yang terinfeksi pada masa bayi/kanak-kanak, seperti hasil penelitian di Eropa (Kaukasia) dan di Asia (Cina dan Jepang). Pada kelompok Eropa terdapat defisiensi IFN; mereka dapat memberi respon terhadap pemberian IFN alfa. Pada kelompok Asia ternyata produksi IFN normal; pemberian IFN alfa tak bermanfaat. Diduga telah terjadi toleransi imun pada kelompok yang terinfeksi pada masa bayi/kanak-kanak; hipotesis lain adalah telah terintegrasinya HBV-DNA ke dalam genom sel hati, dibuktikan dengan pemeriksaan biopsi hati(3,4.12,18,22).

3). Jenis Kelamin(17).

Scullard mendapatkan wanita memberi respon lebih baik terhadap pengobatan IFN dibandingkan pria (66% : 44%) oleh sebab yang masih belum jelas. 

4). Kadar Transaminase Serum Sebelum dan Sesudah Pengobatan.

Penderita dengan kadar transaminase rendah sebelum terapi kurang memberi respon terhadap IFN(3). Kuroki (1990) mendapatkan bahwa respon yang balk terdapat pada penderita dengan SCOT di atas 200 U. Kenaikan transaminase selama terapi pada minggu 8-12, yang dapat mencapai 10 kali harga normal, disertai keluhan seperti hepatitis akut (Hepatitis-like syndrome) menunjukkan respon yang baik(19). Pola respon demikian tak terdapat pada kasus dengan AntiHBe dan HBV-DNA positif(20).

5). Kadar HBV-DNA Sebelum Pengobatan.

Penderita dengan HBV-DNA titer rendah lebih responsif dibandingkan penderita dengan HBV-DNA titer tinggi(3,4,5).

6). Penderita dengan antibodi terhadap HIV dan HDV memberi respon yang kurang balk terhadap pengobatan IFN(3,12,24).

 

USAHA UNTUK MENINGKATKAN RESPON TERHADAP PENGOBATAN IFN.

1). Kombinasi Steroid jangka Pendek Diikuti dengan IFN.

Penghentian steroid (steroid withdrawal) setelah pemberian jangka pendek pada penderita hepatitis B kronik menimbulkan eksaserbasi hepatitis ditandai peningkatan transaminase dan diikuti hilangnya DNA/p@). Bodcky melaporkan peningkatan IgG, IgM dan IgA setelah penghentian prednison yang diberikan selama 6 minggu(2). Kombinasi steroid dan IFN alfa di negara Banat memberi respon 45-67%(3,25), sedangkan pada penderita Asia (Cina dan Jepang) dewasa, pemberian kombinasi ini menghasilkan respon yang lebih baik (56%) dibanding pemberian IFN tunggal; namun pada anak-anak tak terjadi respon yang memuaskan(8,18,22).

Umumnya protokol terapi kombinasi ini terdiri dari : steroid selama 6 minggu berupa prednison 60 mg, 40 mg dan 20 mg/hari, atau prednisolon 45 mg, 30 mg dan 15 mg/hari, masing-masing dosis untuk 2 minggu, disusul istirahat selama 2 minggu, di-lanjutkan dengan IFN 5-10 MU 3x/minggu(3.8.26).

2). Kombinasi Dengan Anti Virus Yang Lain. 

  • Terapi Adenine Arabinoside Monophosphate (ARA-MP) atau Adenine Arabinoside (ARA-A) satu siklus (5­15 mg/kg/ hari selama 7 hari) atau lebih, diikuti IFN alfa selama 90 hari memberi respon yang lebih baik dibanding pengobatan tunggal ARA-MP, ARA-A atau IFN saja. Efek samping yang timbul lebih besar; saat ini masih dalam penelitian lebih lanjut(4,5,7,17).
  • Kombinasi IFN alfa dengan Acyclovir atau Descyclovir menunjukkan efek sinergistik dengan sedikit efek samping melalui mekanisme yang belum jelas; kombinasi ini masih dalam penelitian yang terbatas(27)

 

PROSPEK KINI DAN MENDATANG

Usaha saat ini diarahkan untuk mendapat protokol terapi yang baku dan kombinasi dengan obat lain dengan efek samping minimal. Perillo mengusulkan suatu strategi pemilihan regimen, berdasarkan variabel yang dapat mempengaruhi hasil terapi(10) Telah dicoba pemakaian IFN beta dan gama untuk hepatitis B kronik. Penelitian IFN beta di Korea menghasilkan konversi negatif HBV-DNA 53,3%(6.1s),sedangkan kombinasi IFN beta dan steroid menghasilkan konversi negatif HBV-DNA 72,7%(6.2s) dan 100% (8/8), namun 37,5% (3/8) kasus menunjukkan HBVDNA kembali 6 bulan setelah terapi selesai. IFN gama dapat menginduksi ekspresi HLA kelas 2, yang bersama HLA kelas 1 lebih merangsang sitolisis oleh limfosit T dan proses imun lainnya. Dibandingkan IFN alfa, IFN gama memiliki efek anti-virus yang lebih kecil dan efek samping yang lebih besar. Kombinasi IFN beta dan IFN gama belum menunjukkan kelebihan yang nyata dan masih diteliti lebih lanjut. Belum ada laporan tentang hasil kombinasi IFN alfa dengan IFN beta maupun gama(3).

Pada beberapa penderita ditemukan antibodi terhadap IFN dan adanya antiidiorype setelah terapi. Sampai saat ini belum tampak pengaruh terhadap hasil terapi. Hal ini masih dalam penelitian lebih lanjut(3,6,25).

 

RINGKASAN

Interferon (IFN) merupakan suatu unsur Sistim Kekebalan Alamiah yang mempunyai daya antivirus, antiproliferatif dan imunomodulasi, yang terbentuk oleh rangsangan virus atau mitogen lain. Pada hepatitis virus akut terjadi peningkatan IFN, namun hal ini tak terjadi pada hepatitis fulminan akut dan hepatitis kronik, khususnya hepatitis B.

Terapi IFN pada hepatitis B bertujuan menghambat replikasi virus hepatitis B, menghambat nekrosis dan mencegah transformasi maligna sel hati. IFN diberikan dengan indikasi utama HBeAg dan HBV-DNA positif serta adanya hepatitis kronik aktif. Respon terhadap IFN dapat berupa respon sementara, respon tak lengkap dan respon lengkap. IFN efektif pada dosis 5­10 MU/kali 3 kali/minggu sedikitnya diberikan selama 3 bulan. Keberhasilan terapi IFN terjadi pada sepertiga kasus hepatitis B kronik. Hasil terbaik terjadi bila IFN diberikan sedini mungkin, yaitu pada fase replikasi aktif virus B. IFN lebih efektif pada pengidap yang terinfeksi pada masa dewasa dibanding yang terinfeksi pada masa bayi/kanak-kanak. Faktor lain yang ikut berperan adalah jenis kelamin, kadar transaminase serum sebelum dan selama terapi, kadar HBV-DNA sebelum terapi dan adanya antibodi terhadap HIV dan HDV. Untuk meningkatkan respon terapi, dilakukan kombinasi IFN dengan anti-virus seperti ARA-A, ARA-AMP maupun Acyclovir. Penggunaan IFN beta dan gama, baik secara tunggal, kombinasi keduanya maupun dengan steroid sedang dalam evaluasi. 

 

KEPUSTAKAAN

  1. Roitt I, Brostoff J, Male D. Immunology. 2nd Ed. London-New York: Gover Medical Publishing. 1989.
  2. Peters M, Davis GL, Dooley IS, Hoffnagle JH. The Interferon System in Acute and Chronic Viral Hepatitis. In : Progress in Liver Diseases Vol. VIII. Eds.: Popper H and Schaffner F. Grune & Stratton, Inc. New York, 1986, p. 453.
  3. Perillo RP. Treatment of Chronic Hepatitis B with Interferon: Experience in western countries, Sem. Liver Dis. 1989; 9: 240.
  4. Thomas HC, Scully LI, Lever AML, Yap I, Pignatelly M. A Review of the efficacy of Adenine Arabinoside and Lymphoblastoid Interferon in the Royal Free Hospital Studies of Hepatitis B Virus Carrier Treatment. Infection 1987; 15 (Suppl.l); 26.
  5. Thomas HC. Treatment of Hepatitis B Viral Infection. In : Viral Hepatitis and Liver Diseases. Ed.: Zuckermann. Alan R. Liss, Inc. New York, 1988, p. 817.
  6. Peters M. Mechanism of action of Interferons. Sem. Liver Dis. 1989; 9: 235.
  7. Thomas HC, Shipton U, Mantano. The HLA system : Its relevance to the padaogenesis of liver disease. In : Progress in Liver Diseases Vol VII. Eds.: Popper H and Schaffner F. Grune & Stratton, Inc. New York, 1982, p. 517.
  8. Levin S, Hahn T. Interferon in Acute Viral Hepatitis. Lancet 1982; I: 592.
  9. Chousterman S, Chousterman M, Hagege H, Poitrine A, Thang MN. Chaput JC. Interferon System in Acute Viral Hepatitis B : Pattern of activations during progress to complete recovery. In : Viral Hepatitis and Liver Diseases. Ed.: Zuckermann. Alan R. Liss, Inc. New York, 1988, p. 831.
  10. Dooley IS, Davis GL, Peters M, Waggoner JG, Goodman Z, Hoofnagle JH. Pilot study of recombinant human alpha-Interferon for chronic type B Hepatitis. Gastroenterology 1986; 90: 150.
  11. Ikeda T, Lever AML, Thomas HC. Evidence for a deficiency of Interferon production in patients with Chronic Hepatitis B Virus Infection acquired in adult life. Hepatology 1986; 6: 962.
  12. Liaw YF, Lin SM, Sheen IS, Chen TJ, Chu CM. Treatment of Chronic Type B Hepatitis in Southeast Asia. JAMA 1988; 85 (Suppl. 2A): 147.
  13. Unata M, Inazeki M, Yokuosura 0, Ito Y, Uchiumi, Mori J, Okuda K. Recombinant Leucocyte A Interferon treatment in patients with Chronic Hepatitis B Virus infection : Pharmacokinetics, tolerance and biologic effects. Gastroenterology 1985; 88: 870.
  14. PignatelliM, Waters J, Brown D. HLA Class I Antigens on the hepatocyte membrane during recovery from Acute Hepatitis B Virus Infection and during Interferon therapy in Chronic Hepatitis B Infection. Hepatology 1986; 6: 349.
  15. Di Bisceglie AM. Interferon therapy of complicated Hepatitis B Infection. Son. Liver Dis. 1989; 9: 254.
  16. Greenberg HB, Pollard RB, Lutwick LI, Gregory PB, Robinson WS, Merigan TC. Effect of Human Leucocyte Interferon on Hepatitis B Virus infection in patients with Chronic Active Hepatitis. N. Eng. J. Med. 1976; 295: 517.
  17. Scullard GH, Pollard RB, Smith JL, Sacks SL, Gregory PB, Robinson WS, Merigan TC. Antiviral treatment of Chronic Hepatitis B Virus infection. Changes in viral markers with Interferon combined with Adenine Arabinoside J. Infect. Dis. 1981; 143: 772.
  18. Lok ASF, Wu PC, Lau JYN, Leung EKY, Wong LSK. Treatment of  Chronic Hepatitis B with Interferon; Experience in Asian patients, Sem. Liver Dis. 1989; 9: 249.
  19. Alexander GIN, Brahm J, Fagan EA dkk. Loss of HBsAg with Interferon Therapy in Chronic Hepatitis B Virus infection, Lancet 1987; II: 66.
  20. Alberti A, Fauovich G, Pontisso P, Brollo, Bellusi L, Ruol A. Interferon treatment of anti-HBe positive and HBV-DNA positive chronic hepatitis. Chemotherapia 1988; 3 (Supp. 1): 25.
  21. Hashida T, Sawada T, Esuni N, Kinugasa A, Kusunoki T, Kishida T. Therapeutic effects of Human Leucocyte Interferon on Chronic Active Hepatitis B in children. J. Ped. Gastroenterol. Nutr. 1985; 4: 20.
  22. Lai CL, Lok ASF, Lin HJ, Wu PC, Yeoh EK, Yeung CY. Placebo controlled trial of recombinant alpha2-Interferon in Chinese HBsAg carrier children. Lancet 1987; II: 877.
  23. Kuroki T, Takeda T, Nishiguchi S, Nakajima, Shiomi, Kobayashi K. Relationship between changes of serum ALT before Interferon treatment and the therapeutic effect for HBeAg positive Chronic Hepatitis B (Abstract). In : VII th Biennial Scientific Meeting of the Asian Pacific Association for the Study of the Liver, Jakarta, Indonesia, February 19­21, 1990, p. 110.
  24. McDonald JA, Caruso L, Karayuannis P, Scully LI, Harris JRW, Forster GE, Thomas HC. Diminished responsiveness of male homosexual HBV carriers with HTLV-III Antibodies to recombinant alpha A-Interferon. Hepatology 1986; 6: 1149 (Abstract 179).
  25. Craxi A, Di Marco V, Volpes R, Palazzo U. Anti-alpha Interferon Anti bodies after Alpha Interferon treatment in patients with Chronic Viral Hepatitis. Hepato-gastroenterol. 1988; 35: 304
  26. Lesmana LA, Soewignyo, Akbar HN, Sulaiman HA, Noer HNS. Steroid Withdrawal dan Interferon Alfa Rekombinan pada Hepatitis B Kroniik. Dalam : Buku Abstrak Kongres Nasional IV PGI-PEGI Pertemuan Iln.;.th V PPHI, Jakarta, 17­18 Pebntari 1990. hal. 100.
  27. Schalm SW, Heytink RA, Van Buuren HR, De Man RA. Acyclovir enhances the antiviral effect of Interferon in Chronic Hepatitis B. Lancet 1985; II: 358.
  28. Kim KH, Han KH, Chon CY, Lee SI, Choi HI. Prednisolone withdrawal followed by B-Interferon in the treatment of Chronic Type B Hepatitis (Abstract). In : VIIth Biennial Scientific Meeting of the Asian Pacific Association for the Study of the Liver, Jakarta, Indonesia, February 19­21, 1990, p. 84.
  29. Chang DL, Byune NA, Nam IH dkk. Interferon Beta Therapy in patient with Chronic Active Hepatitis, Type B (Abstract). In : VIIth Biennial Scientific Meeting of The Asian Pasific Association for the Study of the Liver. Jakarta, Indonesia, February 19­21, 1990, p. 58.
  30. Perillo RF, Regenstein FG, Peters M, Bodicky CJ, Campbell CR. Prednisone withdrawal followed by recombinant alpha interferon in the treatment of Chronic Hepatitis B. A randomized, controlled trial. Ann. Intern. Med. 1988; 109: 95.
  31. Porres JC, Carreno V, Mora I dkk. Different doses of Recombinant Alpha Interferon in the treatment of Chronic Hepatitis B patients without anti bodies against the Human Immunodeficiency Virus. Hepato-gastroenterol. 1988; 35: 300.
----- end